Lapangan Mewah klub ecek-ecek

Catatan kenangan dua tahun silam, di Belanda berlaku semboyan: rakyat sehat negara kuat.

Yang ini fasilitas latihan tim Ajax di kompleks Amsterdam Arena. Lapangan mewah merata.

Ini kisah tentang fasilitas sepakbola di negara maju. Saya tak sengaja berkunjung ke sebuah klub sepakbola lokal di Huizen, kota kecil berpenduduk 41 ribu jiwa di Belanda Utara. Di balik rerimbunan pohon terdapat sebuah komplek lapangan besar, yang membuat saya merasa dibawa ke sebuah dunia yang jarang saya jumpai di Indonesia: Latihan sepakbola dengan lapangan semulus dan sebanyak ini. Di atas tembok tertulis nama tim “HSV de Zuidvogels”. Di satu lapangan, saya melihat latihan tim sepakbola wanita dan di lapangan lain ada tim yunior sedang berlatih-tanding. Selain itu, di dua lapangan terbesar yang dilengkapi tribun untuk 1000-an penonton, ada tim dewasa dan bahkan usia bapak-bapak.

Pada jalan menuju pintu keluar, saya berjumpa seorang ibu yang hendak masuk komplek lapangan latihan, dengan mendorong kereta bayi lengkap dengan makhluk mungil di dalamnya. Saya berbasa-basi, apakah mereka hendak melihat ayahnya berlatih menendang bola. Setelah ibu muda itu membenarkan, saya bertanya lagi, sebenarnya ini klub apa, terutama bila dibandingkan Ajax yang sejak 16 tahun lalu punya stadion megah Arena Amsterdam.

“Ini klub amatir. Kalau Ajax berlaga di kompetisi Eradivisie, ya.. mungkin kompetisi yang diikuti HSV de Zuidvogels lima atau enam level di bawahnya,” katanya. Glek! Saya nyaris pingsan mendengar jawaban itu. Enam level di bawah Ajax dengan fasilitas latihan seapik ini?

Fasilitas rakyat

Sisi luar Amsterdam Arena. Salah satu stadion besar di Eropa.

Tak lama setelah kembali dari lapangan mewah klub ecek-ecek itu, saya menceritakan pengalaman mengesankan itu ke Andibachtiar Yusuf, seorang penggila bola dan filmmaker yang menghasilkan beberapa karya bertema sepakbola Indonesia. Ucup spontan menjawab, “@jojo: cuma di Indonesia yang gak ada pembinaan, di vietnam jg dr 7 thn dgn lap latihan bgs2 hasil duit hibah fifa. Hibah ke Indonesia auk dikmanain ama pssi.”

Di kesempatan lain, Eka Tanjung, jurnalis dan penyiar Radio Nederland seksi Siaran Indonesia bercerita bahwa pemerintah kota lokal wajib “memelihara” klub-klub amatir di Belanda. “Mereka memakai fasilitas latihan yang disediakan pemkot setempat dengan sewa lapangan murah sekali. Ada yang hanya ditarik sewa 2 euro per tahun, sekedar sebagai simbolis pembayaran saja,” katanya.

Mengapa pemerintah kota begitu berbaik hati menyediakan fasilitas olahraga yang komplet bagi warganya (tidak hanya sepakbola). Tentu pertama karena pajak yang dibayar warga Belanda sangat tinggi, bisa mencapai 40-50 % dari pendapatan, dan semakin tinggi penghasilan semakin meningkat taxnya.

Kedua, pemerintah Belanda tidak mau dikambinghitamkan atas kerusakan moral remajanya Lazim terucap jika anak muda tersangkut narkoba atau seks bebas (dua hal yang amat “halal” di sini) alasanya adalah, “Tidak ada tempat untuk melampiaskan aktivitas ke hal yang positif.”

Ketiga, pemerintah wajib menjaga kesehatan warganya. Rakyat sehat negara kuat. Mengapa? “Karena kalau rakyatnya jarang sakit, maka mereka jarang masuk rumah sakit, kan? Kalau jarang masuk rumah sakit, berarti klaim asuransi pun jarang keluar. Jadi pemerintah diuntungkan juga, toh?” papar Eka. Maklum, dengan pajak penghasilan tinggi, setiap warga Belanda mendapatkan banyak fasilitas misalnya subsidi transportasi dan juga layanan kesehatan. Kalau rakyatnya pada sehat, anggaran kesehatan jarang terpakai, kan?

Pelajaran yang menarik kan? Penyediaan lapangan olahraga memadai di sebuah kabupaten kecil di Belanda. Sambil menerapkan pembinaan sepakbola usia dini, keuntungan yang didapat pun berlipat-lipat…

Leave a Reply

Your email address will not be published.