Semangatnya untuk live mendapat acungan jempol. Tapi, terlalu bersemangat bisa jadi ‘catatan khusus’.
Semangat. Itu satu kata yang keluar menyaksikan liputan Muhammad Irfan Ramadhan Hutabarat. Keberanian nampak dari aksinya yang mengambil lokasi di keramaian. Berada di tengah ramainya mobil dan motor kawasan Sudirman-Thamrin.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=8IRET1IvQwg&feature=youtu.be]
Sayang memang, Irfan tak ‘mencomot’ narasumber sebagai penguat laporan langsungnya. Semangat dalam reportase menjadi nilai plus tentu saja. Tapi, seandainya ia lebih tertata mengatur nafas, tak terburu-buru dan menjelaskan suasana lebih detail dengan insert yang pas –dengan gambar lebih stabil- tentu kredit akan ditambahkan padanya.
Proses Peliputan
Irfan berkisah, perasaan senang campur was-was berkecamuk dalam dirnya, karena inilah pertama kalinya mengikuti acara besar yang dihadiri oleh para buruh dari berbagai daerah. Menggunakan kamera DSLR Canon D500, Irfan dan kawan-kawan menuju Bundaran Hotel Indonesia menggunakan kereta Commuter Line dari arah Bumi Serpong Damai.
“Setelah banyak masa buruh yang mulai berdatangan dan memenuhi jalan utama Sudirman sampai ke Bunderan Hotel Indonesia, ia mulai melakukan take video untuk mengangkat tema tentang suasana keadaan di Hari Buruh. “Take stand-up pertama di depan Hotel Pullman, atau yang dulu dikenal sebagai Hotel Nikko,” urainya.
Namun tetapi masih sama dengan liputan UTS mengenai kampanye, dalam liputan mayday kali ini tidak semua berjalan lancar. Banyak kendala yang Irfan hadapi selama proses pengambilan gambar berlangsung, misalnya noise yang terlalu banyak, terutama dari motor-motor yang para buruh gunakan ke lokasi. “Juga saat saya lupa akan kata-kata yang ingin saya bicarakan, serta memori kamera kami yang tidak memiliki banyak kapasitas,” kenangnya tentang ‘perjuangan’ di hari bersejarah itu.