Ahmad Taufik bukan nama asing di dunia jurnalisme. Menginginkan Indonesia lebih baik dalam pemberantasan korupsi, ia memberanikan diri menuju kursi komisioner KPK.

Sebuah konferensi pers digelar pada Kamis (18/9) siang. Tempatnya tak mewah. Di Wisma Mas Isman, kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Digelar oleh Koalisi Publik untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KAP KPK), acara ini bertemakan ‘Mengembalikan Marwah KPK sebagai Oksigen Demokrasi’. Kesan sederhana tampak dari hidangan yang disajikan: ketela, jagung, dan kacang rebus, berteman teh serta kopi hangat.
Acara yang digagas beberapa elemen ini mendeklarasikan dukungan kepada Ahmad Taufik yang tengah maju sebagai calon komisioner KPK pengganti Busjro Muqoddas. “Ahmad Taufik adalah orang yang tepat dan mampu dalam mewakafkan jiwa dan raganya untuk mengawal KPK,” begitu suara resmi KAP KPK.
Saat konpers berlangsung, AT tampak. Ia dan kesepuluh calon lain mengikuti profile assesement di Kementerian Hukum dan HAM. Kandidat lain yang berebut satu kursi itu yakni Iwan Nazarudin Kurniawan, Ichran Efendi Siregar, Jamin Ginting, I Wayan Sudirta, Trisaktiyana, Ninik Maryanti, Robby Arya Brata, Subagio, Eddy Fritz Sinaga, dan tak ketinggalan Busjro Muqoddas.
Gagasan AT

Dalam pokok pikirannya, Ahmad Taufik memberi judul ‘Memberantas Korupsi untuk Mengembalikan Kekayaan Nasional. Menurut AT, sapaan akrab wartawan Tempo yang besar di kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat itu, ada dua hal penting dalam menghambat berkembangnya korupsi: mencegah dan memberantas.
Kenapa kita harus mencegah? Menurut AT, inilah yang dimaksud Jokowi sebagai ‘revolusi mental’. “Mencegah korupsi adalah gerakan rakyat, antara lain yang bisa kita lakukan adalah tidak memberi suap dan hadiah atau gratifikasi,” ungkap Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pertama dan peraih Tasrief Award 1995 ini.
Taufik yang pernah dipenjara di era Orba saat memperjuangkan kebebasan pers memaparkan, dengan pendekatan justice collaborator atau whistle blower, seorang koruptor yang ditangkap akan “mencuci” koruptor lain agar mengaku dan menunjukkan pelaku lain yang lebih besar. “Getok tular” itu cukup berhasil, namun jika tak dikelola dengan baik akhirnya bisa menjadi ATM atau tebang pilih dalam tindakan.
“KPK sekarang tak bisa sendirian, harus bersama-sama masyarakat dan kelompok yang mengorganisir diri dalam gerakan mencegah korupsi. Lalu buat apa mencegah dan memberantas korupsi? Bukan hanya untuk kepentingan nama pejabat, institusi (komisi), atau pemerintahan saja, tapi semuanya harus kembali kepada rakyat,” tegas penulis 9 buku, di antaranya Bisnis Seks di Balik Jeruji (2011) ini.
Ingin mengirimkan dukungan anda kepada AHMAD TAUFIK sebagai Komisioner KPK? Silahkan bersurat ke Kementerian Hukum dan HAM, Jl HR Rasuna Said atau bisa melalui Fax 021- 5274887, email pansel.kpk@kemenkumham.go.id atau sms 081211155555.