Krisna Bonek Jogja

‘Imigran’ dari Surabaya. Terus mencoba mengubah image ‘Bonek’ di Jogja.

Yungyung Krisna Wardhana, senang bisa bertemu dengannya di kawasan Tugu, Yogyakarta. Pria yang bisa dikatakan seumur ini kini memang tinggal di ‘Education City’ alias kota pelajar, Jogja. Meninggalkan kampungnya Sukodono, Sidoarjo. Lulusan Program Studi Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh November, ia memilih meninggalkan pekerjaan sesuai disiplin ilmunya.

“Saya merasa ada kewajiban moral merawat orangtua yang sakit di sini. Sudah sepuh. Demensia,” kata ayah dua anak ini.

Apapun pekerjaan dilakoninya untuk survive. Paling utama jadi sopir sewaan. Hilir mudik dari kota ke Bandara YIA Kulonprogo. Atau mengantar tamu, seperti baru-baru ini menemani seorang ibu sosialita pemilik jaringan butik terkenal.

Di Jogja, darahnyansebagai pendukung Persebaya sejak kecil membuatnya bergabung dengan rekan-rekan Bonek dalam wadah ‘Bonek Korwil Jogja (BKJ)’. Kesibukan BKJ berkali-kali lipat saat Persebaya away ke area Jogja.

“Bisa dibilang, kami malah tidak nonton pertandingan di dalam stadion. Konsen ngurus suporter agar tidak mencemarkan nama baik tim kita,” ujarnya.

Bonek, yang arti sebenarnya ‘bondo nekat’ alias suporter garis keras asal Surabaya tanpa modal cukup, kerap direndahkan sebagai ‘boling’ atau ‘bondo maling’. Keberadaannya dianggap mengganggu masyarakat karena kerap menyerbu penjual makanan tanpa bayar.

“Bagaimana ya…cara kita menanamkan kepada supporter, bahwa tim kesayangan kita itu tidak harus selalu menang, tidak harus menjuarai kompetisi di setiap musimnya,” ucapnya sambil menikmati omlet ala angkringan ‘Belakang Tugu’.

Menurut Krisna, ada kalanya kita harus menerima kekalahan dan gagal juara dengan lapang dada dan kepala tegak. “Mencintai itu tulus, tanpa tuntutan. Saat kita menuntut, itu tak lebih dari relasi transaksional, bukan cinta,” simpulnya.

Tulisan Krisna di Mojok.co menunjukkan caranya mengedukasi sepak bola Indonesia. Dengan cara sederhana. Tulisan itu berjudul, ‘Selamatkan Awaydays Persebaya, Bonek Basmi Boling Bersama-sama’. Di situ penggemar Manchester United ini merasa sedih, karena slogan ‘Wani’ Persebaya diartikan sebagai ‘wani (berani) nyolong, wani nyopet, wani ngrampok’. Berani mencuri, berani mencopet dan berani merampok.

Tulisannya mengalir enak dibaca. Endingnya pun keren. Menegaskan bahwa di Jogja ia merantau. Bagaikan rete (anak buaya) kecil di bawah naungan kepak sayap Elang Jawa. Harus bisa pandai membawa diri sebagai warga pendatang dan perantau. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Seperti slogan Bonek Jogja, “Di Bumi Mataram, di Langit Indonesia, di Hati Persebaya.”

“Saya senang menulis. Sudah banyak dimuat media. Tapi, isteri saya protes. Ternyata, menulis tidak bisa buat pegangan hidup. Wis, mending nyopir ae,” selorohnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.