Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020
Pada penanggalan 15 Juli ini, berarti tepat dua bulan saya berada di kantor baru, Kompas TV. Tentu ungkapan awal adalah bersyukur atas semuanya, atas segala yang terjadi sehingga bisa sampai di institusi ini, dan juga atas menit-menit awal perjalanan di sini.
Bedakan. Ini foto 6 tahun lalu, demo di landmark kota tercinta: Grahadi Surabaya.
“Jakarta hari ini kuketuk pintu gerbangmu
Ijinkan aku masuk mencari masa depanku…” (OST Biarkan Bintang Menari, 2003)
Pertengahan Juni ini, saya merayakan 6 tahun petualangan merantau di Jakarta. Semua berawal pada 10 Juni 2005 tengah hari, saat pesawat Lions Air yang saya tumpangi mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Di pelabuhan udara nan sesak itu, saya bertemu Agriceli, perempuan yang kemudian hari saya persunting sebagai isteri. Seolah sudah ada yang mengatur, Celi –begitu panggilan wartawati Tempo kala itu, baru saja menunaikan tugas meliput komunitas petani strawberry berbasis iptek di Bali.
Mau jadi anak kucing atau anak singa? Tergantung pikiranmu mempersepsi pendapat orang.
Ini kisah yang saya dapat dari kegiatan belajar S-2 saya hari ini, Magister Ilmu Komunikasi, tepatnya pada sesi kuliah Perspektif Teori Komunikasi, dibawakan doktor komunikasi, Emrus Sihombing.
Pernah mendengar tentang teori looking glass self? Sederhananya, konsep yang diperkenalkan oleh sosiolog Amerika Charles Horton Cooley pada 1902 ini menekankan bahwa keberadaan seseorang berkembang berdasarkan interaksi dan persepsi orang lain. Kita bertumbuh menurut apa yang orang lain –khususnya orang-orang terdekat, orang-orang kepercayaan kita seperti suami/isteri, orangtua, boss- persepsikan mengenai diri kita.
Handry Satriago saat berbicara dalam penghargaan esai ‘Menjadi Indonesia’ (foto koleksi Mardiyah Chamim).
Indonesia punya tokoh yang tepat untuk dijadikan inspirasi, bahwa keterbatasan tak boleh membuat seorang manusia menyerah. Nama tokoh itu: Handry Satriago, orang nomor satu di jajaran GE Indonesia. Sejak usia 18 tahun sampai saat ini berumur 41 tahun, Handry tak bisa lepas dari kursi rodanya, namun bukan berarti ia meratap dan mengibarkan bendera putih.