Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020
Liputan Sylfia diawali visual nan menggetarkan, sayang finishing touch pada bagian terpenting –kurang optimal.
Menarik sekali melihat gambar awal liputan Sylfia Mailani. Ia memotret suasana unjuk rasa buruh alias May Day 2014 dari sudut pandang khusus. Kemungkinan ‘gambar atas’ yang didapatnya, diambil dari jembatan penyeberangan di kawasan Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Amalta menunjukkan perkembangan luar biasa dalam liputan livenya. Sayang, masih menampilkan show yang berbeda serta menarik.
Ada kesan yang berbeda saat menyaksikan laporan live Amalta Rifani Dyandra saat liputan kampanye dengan stand-up livenya di tengah aksi ‘May Day’ 2014. Saat berdiri on-cam liputan kampanye Partai Gerindra di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Amalta terkesan masih terlalu cepat bicara, dan harus menyesuaikan diri antara catatan yang menjadi guideline-nya dengan tempo bicaranya bercampur sedikit cadel.
Very shocked, dan berdoa untuk keluarga pesawat Malaysia Airlines yang dikabarkan jatuh di Ukraine, dalam perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur. Sebuah catatan kecil, 4 tahun silam, usai menumpang MH dari Schiphol, Amsterdam ke KL…
Catatan kecil di Malaysia dua tahun silam: saat transit dua jam di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), jelang balik ke Jakarta setelah tiga pekan berkelana di Belanda dan sekitarnya.
MH Amsterdam-KL. Kenangan.
Well, secara umum perjalanan udara 12 jam melintasi 10.500 km dari Bandara Schiphol menuju Malaysia berjalan lancar. Seorang kawan berujar, “Kok rasanya lebih cepat pulangnya ya…” Sontak yang lain menimpali, “Ya, karena kita sudah ada perasaan hommy”,“Ya, karena saya sudah tak sabar untuk turunkan barang-barang yang banyak ini dan buka lapak di Jakarta”, meski ada juga yang bilang, “Ah, sama saja, kok. Saya hitung tetap 12 jam…”
Kali ini mahasiswa mencoba membuat berita satu segmen. Dari live report, feature, sampai berita mancanegara. Apa evaluasinya?
Ayu Nanda Maharani cukup firm duduk di kursi presenter. Pengambilan gambar ‘studio’ juga cukup keren, meski properti yang digunakan tampak seadanya. Sofa tempat host duduk, misalnya.
Ini sebuah pelajaran, kalau masalah ‘copyright’ bisa jadi problem besar bagi karya kita.
Tiga paket liputan yang terkemas dalam segmen berita ini –ditambah penampilan keren Dahlia Sari yang seolah membawakan berita dari sebuah tempat di Eropa dengan burung-burung hinggap di tanah, padahal sejatinya di Taman Suropati, Menteng- hancur total.
Ada dua angle atau sudut pandang di lokasi unjuk rasa. Kurang menyelaraskan gambar dengan pernyataan.
Empat anggota kelompok ini membagi tugas. Stefanny Dwi Retno dan Eunike Linda menjadi duo host di studio. Dengan latar yang bisa dibilang minimalis –suasana kelas- mereka sebenarnya sudah cukup kompak. Sayang, sedikit terganggu dengan mata Eunike Linda yang tak pas menghadap kamera. Pandangannya terlalu mendongak ke atas dan menjadi tak fokus pada arah yang semestinya.
Dalam liputan kali ini, reporter membaur dengan kerumunan peserta aksi, dan mewawancarai petugas keamanan. Menjadi lebih ‘hidup’.
Tugas kelompok meliput unjuk rasa May Day 2014 yang dilakukan berempat: Elisabeth Pauline, Belinda Sentosa, Bonnia Meita, dan Andini Agatha memberi suasana ‘hidup’. Terutama karena kegesitan Belinda tampil di lapangan, di sekitar Thamrin dan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Dalam liputan, kita harus hati-hati menyebut nama tempat, agar tak salah dicerna pemirsa. Bedakan mana itu ‘Istana Merdeka’ dan mana pula ‘Istana Negara’.
Dua orang yang tampil dalam liputan live Hari Buruh pada tugas kelompok ini menunjukkan antusiasme tinggi. Baik Rakhel Kezia yang berperan sebagai news anchor di studio, maupun Shella Hidayat yang di-‘toss’ sebagai reporter live di kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Peran dua orang lain, Maria Leonie dan Debby Nehemia –sebagai cameraperson maupun tim pascaproduksi- juga tak bisa diremehkan.
Kali ini, saya akan mulai mengevaluasi tugas mahasiswa dalam liputan May Day alias aksi Hari Buruh pada 1 Mei 2014 lalu. Untuk ukuran mahasiswa yang menjadi reporter televisi, mereka punya banyak kelebihan, tapi kekurangan juga menjadi keniscayaan.
Stand-up, atau liputan live dengan memunculkan wajah reporter, kali ini merupakan tugas kelompok empat orang:: Rizki Gultom, Elisabeth Windy, Lamtiur, dan Muthia Lavela. Empat mahasiswi ini membagi tugas. Dua nama pertama sebagai presenter di studio, Lamtiur menjadi reporter di kawasan Thamrin Jakarta Pusat, sementara Muthia Lavela adalah cameraperson nya.
Pergi liputan bareng, bukan berarti hasil liputannya harus mirip. Dengan angle dan tampilan yang nyaris tak bisa dibedakan.
Reynaldo Oktavianus mengaku, ia meliput kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Lapangan Giant BSD bersama dua sahabat dekat, Ignatius Fajar Santoso dan Jason Leonardo.
Saat menampilkan karya liputannya dalam link youtube, video Reynaldo, Fajar, dan Jason hampir tak ada bedanya. Angle, split, dan gaya reportase mereka mirip banget. Ibarat program televisi, kalau logo stasiun televisi di pojok kanan atas ditutup tangan, isinya sama dengan kanal lainnya.