Imagined Persebaya: Bukan Sekadar Sejarah Sepak Bola
Continue reading “Resensi Koran Tempo Minggu: Imagined Persebaya”
"the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams, masa depan adalah milik mereka yang percaya kepada keindahan mimpi-mimpinya.."
Continue reading “Resensi Koran Tempo Minggu: Imagined Persebaya”
Lumayanlah bisa main di lapangan bulutangkis Taufik Hidayat Arena. Gelanggang milik atlet yang mampu berpikir jauh ke depan.
Menjejakkan kaki di GOR Taufik Hidayat Arena, kawasan Ciracas, Jakarta Timur, terasa sekali aroma kebesaran salah satu legenda bulutangkis Indonesia ini. Tak hanya soal prestasi. Di antara banyak gelar yang dimiliki Taufik: Juara Dunia 2005, Juara Asia 2000, 2004, 2007, peraih emas Asian Games 1998, 2002, 2006, peraih emas Sea Games 1999, dan 2007 serta dua kali masuk tim juara Piala Thomas 2000, 2002, ia memasang branding paling dibanggakan Olympic Gold Medalist 2004.
Di luar soal prestasi, membangun lapangan latihan sesuai cabang olahraga yang ditekuninya merupakan wujud visioner seorang atlet. Sudah ada sih, mantan pesepakbola yang bikin Sekolah Sepak Bola seperti Ricky Yacobi, Widodo C Putro, Gendut Doni atau Indriyanto Setyo Nugroho, tapi perwujudan Taufik Hidayat Arena dengan pengelolaan profesional menjadi contoh tersendiri. Taufik Hidayat Arena (THA) dikelola secara profesional, harga sewa lapangan minimal Rp 70 ribu per jam, ditambah aturan denda Rp 200 ribu bagi pemakai sepatu di luar standar pebulutangkis. Selain bulutangkis, THA juga mengkomersialkan gym dan lapangan basket.
Pilkada serentak yang pertama digelar 9 Desember mendatang menemui situasi berbeda di banyak daerah. Ada yang keras, ada pula yang lucu.
http://www.youtube.com/watch?v=GEi3LvnyWE8
Mata Najwa Shihab menatap tajam kepada pasangan Abdul Hakim dan Wahidah, pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka merupakan suami istri, yang maju dalam pilkada serentak 9 Desember mendatang sebagai calon perorangan.
Lebih enam belas bulan MH370 menghilang. Kemunculan setiap jejak baru selalu menimbulkan harapan.
MH 370 masih menjadi misteri besar musibah dunia aviasi. Karena itu, setiap petunjuk baru selalu diharapkan dapat mengungkap keberadaannya. Pesawat MH370 menghilang tanpa jejak, 8 Maret 2014, dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Pesawat itu mengangkut 239 penumpang dan awak pesawat, sebagian besar warga negara Tiongkok. Tujuh di antara penumpang merupakan warga negara Indonesia.
Dua twit dari akun resmi Liverpool @LFC pada 25 Juli diambil dari gambar yang sama. Menunjukkan Balotelli tak lagi diingini?
Pada twit pertama bertuliskan “Adam Lallana can’t wait to link up with ‘world class’ talent waiting back at Melwood #LFC”
Celetukan itu menunjukkan foto tiga pemain Liverpool tengah berlatih bersama: Emre Can, Philipe Coutinho dan Christian Benteke, rekrutan terbaru yang dianggap sebagai deretan pemain kelas dunia Liverpool di musim 2015-2016.
Banyak pilihan tempat dikunjungi saat liburan datang. Bagaimana kalau menggabungkan perjalanan wisata sekaligus pembelajaran mengenal nilai-nilai spiritual?
Pilihan kami pada libur Idul Fitri kemarin jatuh pada Gua Maria Sendangsono. Selain letaknya terjangkau dari rumah Kwarasan, Yogyakarta –tak sampai dua jam perjalanan via Jalan Godean- juga karena faktor sejarah lokasi ziarah ritual itu.
Sebagaimana ditulis Harian Tanpa Batas, Gua Maria Sendangsono menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian sejarah perkembangan gospel di nusantara. Kisah pembaptisan pribumi pertama di tempat itu dipandang sebagai lahirnya gereja Katolik perdana di pulau Jawa.
Sendangsono merupakan nama sebuah sumber air di dusun Semagung, desa Banjaroyo, kecamatan Kalibawang, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Lokasinya berada di lereng selatan bukit Menoreh, sebuah hamparan perbukitan kapur sisi barat Yogyakarta. Tempat ini berada sekitar 30 kilometer dari kota Magelang dan bisa dicapai melalui Jalan Godean atau Jalan Magelang.
Pengalaman melepas anak di hari pertama sekolah selalu menimbulkan keharuan tersendiri.
Berita televisi di awal tahun ajaran baru menyajikan fenomena unik, khususnya dari desa dan kampung di pelosok nusantara. Pada hari pertama sekolah, anak-anak SD selalu bangun dini hari. Subuh mereka sudah ada di gerbang sekolah. Apa tujuannya? Berebut bangku. Jika tak datang pertama, mereka terancam tak mendapat posisi duduk terbaik sepanjang satu semester ke depan dan harus rela ada di deret belakang kelas. Sebuah sistem atau pola pembelajaran yang patut dikritisi. Tapi apa boleh buat, itulah faktanya. Sejak kecil mereka sudah diajar berkompetisi, bahwa hidup itu keras. Dan semua dimulai dari bangun pagi.
Setiap ada problem di Tanah Papua, entahlah itu penembakan, kerusuhan antar umat, atau perselisihan sumber energi, seringkali penyelesaian hanya lewat adu bicara di layar talk show televisi atau seminar. Akar permasalahan harus ditengok lebih cermat.
http://www.youtube.com/watch?v=zWOG3PlVeSE
Di studio sebuah stasiun televisi di Jakarta –yang seperti tanpa henti mem blow- up pasca insiden di Kabupaten Tolikara- seorang pemuka asal Papua berucap dengan berapi-api, “Yang penting itu adat. Sebelum ada pemerintahan ada gereja, dan sebelum ada gereja, adat sudah ada terlebih dulu…”
Banyak pelajaran bisa dipetik dari tiap berlangsungnya musim arus mudik dan balik. Salah satu di antaranya, soal jargon ‘pembangunan’ di Indonesia yang masih saja berat sebelah.
Tak seperti beberapa Lebaran sebelumnya, tahun ini kami sekeluarga mengikuti ritual kultural mudik dan balik, sebagaimana dihelat jutaan orang negeri ini. Setelah tiga hari raya Idul Fitri ‘pass’ ke Yogyakarta sejak kehadiran anak kedua, kali ini kami mengikuti agenda sebagian besar penduduk Indonesia. Termasuk di dalamnya, acara bermacet-macet di jalan secara ‘brutal’. Ada yang menyenangkan juga dari sisi sampingan perjalanan super panjang 25 jam arus balik Yogya ke Tangerang, kami bisa menyaksikan spot-spot yang jarang terlintas di kepala: Kebumen, Wangon, Lumbir, Sumpiuh, Majenang, sampai ‘terbuang’ ke Majalengka.
Continue reading “Mudik dan Gambaran Ketimpangan Jawa Non-Jawa”
Tak bisa disangkal, Alex Ferguson merupakan sosok yang paling mewarnai Liga Inggris. Banyak pelajaran bisa diambil dari gaya kepemimpinannya.
Mereka yang cukup mengenal saya pasti paham, betapa saya berada di garis depan para pendukung Liverpool. Dan mereka yang mengenal seluk-beluk sepakbola pun pasti mahfum, Liverpool dan Manchester United, dua klub dari kota bertetangga, merupakan dua kutub amat berseberangan. Rival berat, musuh bebuyutan. Tapi, demi belajar soal leadership and communication style, tak ada salahnya membahas figur Sir Alex Ferguson, ikon MU alias tim ‘Setan Merah’.
Buku terbitan Kanisius ini punya tebal 156 halaman, cukup tipis untuk merangkum karakter Fergie sebagai legenda yang memimpin MU selama 26 tahun dalam 1.500 pertandingan dan mencetak 2.769 gol demi terciptanya branding kepercayaan publik akan merk MU. Deretan gelar yang dimilikinya menunjukkan parameter kuantitatif keberhasilannya: satu gelar juara dunia antar klub, dua Liga Champions, 1 Piala Winners, 13 Liga Primer, 5 Piala FA, 4 Piala Liga, 10 Community Shiled, dan 1 Piala Super Eropa.