Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020
Menjadi saksi sejarah nonton babak penting Pemilu Amerika Serikat.
Berkunjung ke TPS di Virginia. Primary election Partai Republik.
Selasa (6/3) kemarin bukan sembarang Selasa. Orang Amerika menyebutnya “Super Tuesday”, saat 10 negara bagian serentak mengadakan pemilu pendahuluan (primary atau kaukus) sebagai salah satu tahapan penting menuju Pilpres, 6 November mendatang. Super Tuesday kali ini dikhususkan bagi para pendukung Partai Republik, dengan tujuan mengerucutkan satu nama kandidat presiden mereka.
Hari resmi pertama di DC, belajar macam-macam adaptasi.
Nama resmi peserta. Delegasi yang kedinginan.
Setelah Sabtu baru masuk hotel malam hari dan Minggu diisi acara jalan-jalan ‘Washington DC City Tour’, Senin (5/3) inilah acara sebenarnya International Visitor Leadership Program (IVLP) 2012 bertema Peliputan Pemilu di Era New Media dimulai. Mengecek internet, awal pekan ini suhu berkisar 1 koma sekian derajat Celcius.
Menelusuri ibukota, menapaki sejarah panjang negara penuh kisah.
Berlatar Capitol Hill, dari lantai 6 Newseum. Pemandangan terbaik di Washington DC.
Dalam tulisan di Bandara Detroit kemarin, saya mengungkapkan pemeriksaan dokumen imigrasi maupun seluruh isi tas Eiger aman-aman saja melewati ketatnya petugas Custom and Border Protection di bandara pertama masuk Amerika Serikat. Seluruh isi tas ransel harus saya keluarkan, mulai notebook, kamera, sampai flexy yang mati. Begitupula sabuk dan sepatu mesti dilepas. Adapun tas koper, yang beratnya 17 kg dari kuota perjalanan 23 kg, begitu saya temukan langsung dilempar menuju ke bagasi penerbangan Detroit-Washington DC.
Welcome to America. Suhu satu derajat dan disambut berita tornado.
Di kafe terminal bandara. Di luar, suhu 1 derajat Celcius, gimana ya rasanya?
Tepat tengah hari waktu Detroit, Boeing 767-200 yang menerbangkan saya dari Hong Kong mendarat dengan mulus. Usai sudah perjalanan 14 jam, mengarungi lebih dari 11 ribu kilometer di atas langit Tokyo, Rusia, Alaska, hingga mendarat juga di belahan tengah utara Amerika Serikat. Jadilah, kini saya transit sekitar 6 jam, sebelum melanjutkan penerbangan menuju Washington DC.
Menghirup udara Hong Kong, meski tak boleh keluar bandara.
Hong Kong International Airport. Sepuluh besar bandara tersibuk di dunia.
Good Morning, Hong Kong! Dalam perjalanan panjang menuju Amerika, pagi ini saya transit sekitar 5 jam di Hong Kong International Airport. Tak bisa keluar bandara, karena selain saya tak paham Hong Kong, juga mesti berurusan dengan administrasi transfer pesawat dari Cathay Pacific ke Deltas Air Lines. Pindah counter check-in di bandara semegah ini saja sudah membingungkan, mesti menggunakan kereta tanpa masinis, yang mereka sebut sebagai automated people mover. Belum lagi, bahasa Inggris khas dialek Hong Kong kadang membuat frustrasi, terutama saat keluar jawaban, “I am not sure, i am not sure…”
Bersiap berpetualang selama tiga pekan di negeri Abang Sam.
Menuju Amerika Serikat. Berniat belajar demokrasi di sana.
Kalau Anda membaca tulisan ini, asal tahu saja, saya mengetiknya dari terminal keberangkatan internasional Bandara Soekarno Hatta, Jum’at (2/3) tengah malam. Semoga semuanya lancar, saya bersiap menempuh long haul flight Jakarta-Hong Kong-Detroit-Washington DC. Dijadwalkan tiba di ibukota Amerika Serikat pada Sabtu jam 7 malam, atau Minggu pagi waktu Jakarta.
Ngapain? Puji Tuhan, saya mendapat kesempatan mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) bertema “The Changing Face of Campaign Coverage” alias Meliput Pemilihan Umum di Era New Media. Agendanya sih, 3-26 Maret ini bakal berkeliling ke beberapa negara bagian: Washington DC, Virginia, Florida, Utah, dan Oregon.
Bandara Internasional Bandar Seri Begawan. Tiga puluh jam kenangan di Brunei.
Hassanal Bolkiah dikenal sebagai pemimpin kaya raya yang rendah hati.Setiap Jum’at, yang merupakan hari libur kerja di Brunei, Bolkiah berkeliling dari satu masjid ke masjid lain, menunaikan salat sekaligus menemui warga yang rindu berjabat tangan dengannya.
“Sultan Bolkiah tak suka aturan protokoler. Saat Salat Jum’at pun beliau mengemudikan sendiri mobilnya,” kata Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Indonesia untuk Brunei, Tjoki Aprianda Siregar. Ia pun mengenang peristiwa emasnya, bersalaman dengan Sultan saat baru dua pekan bertugas di Brunei.
Catatan pelesir ke negeri kaya di ujung Borneo. Dimuat di rubrik Perjalanan Koran Tempo Minggu, 2 Maret 2008.
Monumen Brunei. Lebih 40 ribu WNI hidup di negeri Bolkiah.
Menjelang perayaan kemerdekaan Brunei Darussalam, saya berkunjung ke salah satu negara terkaya di dunia ini. Pagi pada pertengahan Februari 2008, saya tiba di Bandara Internasional Bandar Seri Begawan. Sebuah pelabuhan udara nan sunyi dengan baliho besar mengucap selamat datang: “Brunei, The Greenheart of Borneo, Kingdom of the Unexpected Treasures”. Suasana lengang menyergap di pintu masuk negeri berpenduduk 383 ribu jiwa, tapi tak ada sedikit pun rasa was-was di sana.
Setengah jam kemudian, Mahadi, pengemudi jemputan hotel, datang memberi salam. “Tenang saja, di sini hampir tidak ada tindak kriminalitas,” kata pemuda Melayu yang baru lulus dari sekolah menengah itu.
Melintasi jalan utama menuju kawasan Gadong, tampaklah Masjid Jami Omar Ali Saifuddin di kiri jalan. “Tak lengkap rasanya kalau turis tidak mampir ke situ,” katanya menunjuk masjid. Menurut Mahadi, selain berfoto di depan masjid, “hukum wajib” lain bagi wisatawan adalah singgah ke halaman Istana Nurul Iman, tempat Sultan Hassanal Bolkiah, yang berkuasa sejak berusia 21 tahun, 5 Oktober 1967.
Catatan nonton bola di salah satu stadion di Australia. Dimuat di rubrik Perjalanan Koran Tempo Minggu, 11 Februari 2007.
Suncorp Stadium Brisbane. Siang panas, pertandingan dimainkan malam hari.
Sepakbola bukan olahraga utama di negeri dengan 20 juta penduduk ini. Namun, Guiness World Records masih mencatat pertandingan Australia melawan Samoa sebagai partai dengan rekor skor gol tertinggi. Dalam penyisihan Piala Dunia 2002 di Coffs Harbour, 11 April 2001, Australia menggilas Samoa 31-0. Dalam laga itu, penyerang Australia, Archie Thompson, mencatat rekor dunia pencetak gol terbanyak dalam sebuah pertandingan dengan 13 gol.
Maka saya tak berpikir panjang lagi begitu mendapat tawaran menyaksikan Hyundai A-League, begitu nama Liga Sepak Bola Australia yang musim ini disponsori perusahaan mobil asal Korea itu. Soccer, sebutan untuk membedakannya dengan Australian Football League (AFL), memang kalah pamor dibandingkan dengan kriket, rugbi, dan AFL. Namun, atmosfer menonton sepakbola di Suncorp Stadium, Brisbane, bak menghadirkan suasana stadion besar di Eropa.
Catatan singgah ke Australia Zoo, surga satwa peninggalan Steve Irwin. Dimuat di rubrik Perjalanan Koran Tempo Minggu, 11 Februari 2007.
Memberi makan gajah Sumatera. Australia Zoo, ikon wisata Aussie.
“Kalau sudah ke Queensland, jangan lupa ke Australia Zoo.” Ungkapan itu bukan melebih-lebihkan, karena Australia Zoo inilah salah satu ikon wisata di Aussie. Lokasi tepatnya di Beerwah, 10 kilometer dari sisi barat Bruce Highway, yang menghubungkan Brisbane dengan Sunshine Coast.
Pagi itu, sebuah bus tingkat berwarna biru menjemput para pengunjung Australia Zoo dari kawasan Maroochydoore. Baru saja duduk, datang sapaan dari Steve Irwin, pemilik Australia Zoo yang terkenal dengan julukan’Pemburu Buaya’. Tentu bukan dalam wujud aslinya karena sosok itu sebenarnya sudah meninggal tersengat ikan pari pada September 2005.